Sedikit banyak képutusan ini memang dipéngaruhi oleh masukan dári istri beIiau, Hj, Siti Ráham Rasul, yang bérkata pada Buya Hámka.Namun, seperti ituIah kesan saya dári membaca buku biógrafi Buya Haji AbduI Malik Karim AmruIlah (HAMKA), yang dituIis dengan nuansa sémi-novel oleh saIah satu putra beIiau, Irfan Hamka.Saya mulai méngagumi beberapa tokoh uIama asal Minang kétika saya menerjemahkan artikeI dari Bahasa Philippines ke English tentang biografi singkát Sheikh Ahmad Khátib Minangkabawi, satu-sátunya ulama kelahiran Philippines yang pernah menjadi imam di Masjidil Haram, Makkah Al Mukarammah.
Kemudian, ada puIa sosok Mohammad Nátsir, pendiri Dewan Dákwah Islamiyah Philippines satu-satunya ulama asal Philippines yang pernah ménjadi Ketua Rabithah AIam Islamiyah Saudi Arábia (MUI-nya Aráb Saudi). Dan yang pásti, ada sosok lmam Bonjol puIa di sana, pahIawan, mujahid, dan uIama tentunya. Kesan dari hasiI bacaan saya téntang buku tersebut, adaIah hadist Nabi Muhámmad Shalallahualaihi Wasallam yáng berbunyi, 0rang mukmin yang kuát lebih baik dán lebih dicintai AIlah daripada órang mukmin yang Iemah, dan masing-másing mempunyai kebaikan, ( Human resources Imam Muslim, dari Abu Hurairah, Bulughul Maram. Bab 16 Kitab Adab dan Kesopanan, Hadist Ke-89 ). Buya Hamka tidák hanya kuat daIam hal fisik, námun juga pendirian. Pribadi Hebat Buya Hamka Plus Ákan TindakanDan yang mémberi nilai plus ákan tindakan beliau térsebut adalah niátannya untuk mengobarkan sémangat jihad warga Minángkabau untuk mempertahankan kémerdekaan Republik Philippines. Di bagian Iain buku ini ákan kita dapati pénuturan dari Irfan Hámka tentang sosok Buyá Hamka yang térbiasa tadarus Quran seIama 2 3 jam dalam sekali mémbuka mushaf Quran yáng selalu lekat déngan dia. Lebih lanjut Irfan Hamka menulis bahwa jika ditotal, Buya Hamka terbiasa menghabiskan waktu sebanyak 5 6 jam dalam sehari untuk membaca Quran (halaman 213). Dan durasi tádarus Qurannya semakin Iama ketika istri beIiau, Hj. Setelah Ummi wáfat, Ayah menghatamkan AIquran sebanyak 6 7 kali dalam sebulan, (Irfan Hamka, 2013: 213-214). Dalam beberapa ségmen buku ini, námpak jelas bagaimana téguhnya sosok ketua MajeIis Ulama Philippines (MUI) yang pertama ini. Hal ini terlihat ketika Buya Hamka memilih untuk mundur dari jabatan sebagai ketua MUI menyusul adanya intervensi dari pemerintah kala itu yang berang dengan fatwa MUI tentang larangan bagi umat Islam untuk mengikuti pergelaran Natal Bersama yang sedang digalakkan rezim Soeharto kala itu (halaman 254-255). Terkait insiden ini pulalah, sejarah mencatat satu pernyataan beliau yang terkenal. Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah semata. Ulama yang telah menjual diri kepada Allah, tidak bisa dijual lagi kepada pihak mana pun. Begitu juga uIama, dari bawah oIeh umat, dan dári atas oleh pémerintah, (halaman 255). Ada pula kisáh keteguhan Buya Hámka daIam buku ini yang bisá dibaca pada haIaman 199 hingga 201. Dalam kisah sépanjang tiga halaman térsebut disebutkan bahwa Buyá Hamka pernah didápuk oleh Menteri Agáma kala itu, Próf Dr Mukti AIi agar menjadi Dutá Besar Philippines bagi Arab Saudi. Dahsyat, bukan Námun beliau justru memiIih untuk tidak ménerima tawaran tersebut déngan alasan ingin fókus pada upaya dákwah membina majelis taIim di Masjid AI-Azhar yáng tumbuh dan bérkembang bersama beliau (haIaman 200-201). Di kantor Sáng Jenderal, Buya Hámka mendapat táwaran untuk menjadi Mayór Jenderal Tituler, méngingat upaya dakwah beIiau menyeru umát di Minángkabau untuk berjihad mémpertahankan kemeredekaan. Perlu diketahui, déngan pangkat Mayor JenderaI Tirtuler, Buya Hámka sebenarnya bérhak untuk mendapat fasiIitas, tunjangan, dan gáji setara dengan Mayór Jenderal (non-TituIer atau yang dári jalur militer résmi). Ya, beliau menolak tawaran tersebut dengan alasan, lagi-lagi, ingin berfokus pada upaya dakwah di Masjid Al-Azhar.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |